2 Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. 4 Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria. Pkh 7:2,4
Ada ayat-ayat di Alkitab yang membingungkan orang, termasuk ayat-ayat yang kita baca ini. Tetapi begitu kita renungkan lebih dalam, kita akan menemukan kebenarannya.
Menurut bacaan kita ini, pergi ke rumah duka lebih baik daripada pergi ke rumah pesta. Berarti kalau dalam satu malam, saudara menerima 2 ajakan yang waktunya bersamaan, satu untuk makan-makan di hotel mewah, satunya lagi diajak melayat ke rumah duka, maka saudara harus menolak ajakan pesta, dan menerima ajakan melayat. Ini sepintas bertentangan dengan common sense atau akal sehat dan keinginan hati kita.
Kita perlu perhatikan bahwa Sang Pengkhotbah tidak sedang membuat suatu pernyataan yang sifatnya 100% hitam putih. Pergi ke rumah duka lebih baik daripada pergi ke rumah pesta. Maksudnya bukanlah kita harus sama sekali menjauhi rumah pesta. Dia hanya berusaha menggoncangkan pikiran kita yang selama ini hidup tanpa berpikir jauh, yang menganggap kesenangan adalah segalanya.
Rumah pesta adalah tempat senang-senang. Di sana ada makanan enak, ada banyak teman, ada banyak kesenangan dan tawa ria. Semua orang berdandan cantik; semua orang tersenyum satu dengan yang lain; tidak ada yang cembetut; semua orang baik-baik dan manis-manis.
Rumah duka sebaliknya. Di sini bukan tempat mencari makanan enak. Makanan yang ada di rumah duka di Jakarta, sejauh yang saya tahu, biasanya ada 3: kacang, kwaci dan bubur. Kacang disajikan supaya kita ingat: kacang jangan lupa dengan kulit. Kwaci disajikan untuk mengingatkan betapa beratnya hidup di dunia: seperti makan kwaci, kerja keras hasil cuma sedikit. Bubur disajikan supaya kita jangan sampai terlambat bertobat, jangan sampai nasi sudah jadi bubur. Jadi, makanannya saja bisa bikin stress! Teman di rumah duka tidak sebanyak teman di rumah pesta. Di rumah duka yang ada air mata dan kesedihan, yang sering membuat kita, yang sudah tertekan, jadi tambah tertekan. Apalagi kalo ada pendeta khotbah tanpa perasaan: kita diingatkan bahwa sebentar lagi kita akan menyusul almarhum. Sungguh bikin tambah stress…! Secara logika dan kecenderungan hati, KITA AKAN MEMILIH RUMAH PESTA DARIPADA RUMAH DUKA! Itu sebabnya kalau kita ke rumah pesta harus pakai undangan. Yang hadir diseleksi. Di rumah duka, mana ada orang di pintu menanyakan undangannya mana?
Tapi kalau kita berpikir dalam dalam, akan muncul kebenaran dari pernyataan Alkitab tadi.
Pertama-tama: kalau saudara muncul di rumah pesta, saudara hanya menambah keramaian dan sukacita yang memang sudah ada. Memang ada perkataan di Jakarta: ngga ada lo ngga rame. Tapi toh nyatanya kalau kita tidak ada, tetap saja pestanya berlangsung meriah dan heboh.
Kalau saudara muncul di rumah duka, efeknya berbeda. Kemunculan kita di satu rumah duka menyatakan solidaritas kita terhadap yang ditinggalkan. Kehadiran kita membawa suatu penghiburan dan kelegaan tersendiri. Keluarga yang ditinggalkan akan menerima suatu kekuatan melalui kehadiran kita. Kita memberi pesan melalui kehadiran kita bahwa kita ada di samping mereka di momen duka ini. Tetapi menurut Pengkhotbah, ada hal lain lagi yang membuat kita harus lebih memilih rumah duka daripada rumah pesta: karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya. Setiap orang yang melayat ke rumah duka patut memperhatikan satu hal: di rumah dukalah kesudahan setiap manusia.
Dengan kata lain: semua orang akan mati. 100 orang lahir di dunia ini, 100 orang itu juga pasti akan mati. Statistik kematian sungguh mengesankan: 100%. Jangan ada yang bilang: “Pak, saya masih muda, belum mikir mati.” Syarat mati tidak harus umur tua. Muda-muda juga mati. Jangan ada yang bilang: “Pak, saya sehat, tidak pernah sakit.” Syarat mati tidak harus sakit dulu. Sehat-sehat juga bisa meninggal. Jangan ada yang bilang: “Pak, saya masih belum kawin.” Syarat mati tidak harus sudah kawin dulu.
Begitu kita sadar bahwa waktu kita di dunia ini terbatas, maka kita mulai memikirkan dua hal: Satu: bagaimana saya hidup selama ini. Kita jadi introspeksi. Dua: bagaimana saya mempersiapkan diri saya menghadapi kematian. Orang yang memikirkan dua hal ini adalah orang berhikmat alias orang bijak. Bodohlah orang yang hanya hidup senang-senang dan tidak pernah mempersiapkan diri menghadapi hari kematiannya.
Kalau tidak hati-hati, berbagai berita tentang virus corona ini akan membawa orang kepada kepanikan. Saat ini di beberapa negara, kepanikan sudah mulai terjadi. Di Australia, orang berkelahi di supermarket karena berebut kertas tisu gulung
Pada jaman corona ini, manusia mencari perlindungan kemana-mana, dari masker, cairan antiseptik sampai ke jahe merah dan kunyit campur kecap manis dan telor asin. Kepanikan manusia menjadi lucu, kalau saja dampaknya tidak tragis. Karena isu virus corona, tisu gulung habis diborong dari toko mana-mana di Australia
Memalsukan tas masih bisa dimaklumi, sekalipun bukan dibenarkan. Memalsukan obat patut dikutuki, karena menyangkut hidup mati seseorang. Berita palsu termasuk yang patut diwaspadai pada jaman medsos ini.
CONTACT INFO
Alamat sekertariat: Ruko Wallstreet Blok B no 78, Green Lake City, Cipondoh, Tangerang